"...deep down, Clark is a
good person. Deep down, i am not" -- (Batman about Superman in Hush,
2003)
Tau ga
siapa sebenarnya the real villain di balik amburadulnya DCEU? WARNER
BROS! fuck you Warner Bros! Kalo seandainya mereka ga rakus duit, ga
terlalu sibuk ngejar ketinggalan dengan Marvel, gw yakin deh DCEU bisa jauh
lebih bagus dari MCU. Karena karakter superhero DC comics buat gw pribadi jauh meaningful
dan ikonik. Karakter superhero DC itu lebih dari sekedar superhero
biasa tapi merupakan personifikasi dari human archetype yang ada pada
alam ketidak sadaran manusia. Tapi pada akhirnya it's all about the money,
money, money.
All
ranting aside,
tulisan gw kali ini mau ngebahas tentang Batman v Superman : Dawn of Justice.
Emang agak telat sih gw mau ngebahas sekarang karena nih film keluar tahun
2016, tapi gak apa-apa lah ya. Film kedua dari DCEU ini menuai banyak kritik
negatif. Situs rotten tomato aja cuma ngasih rating 27% dengan audience
score 63%. Kayaknya cukup banyak orang yang benci nih film ya.
Apa sih
yang menjadi kritik film ini? ada beberapa alasan. Pertama, penonton menganggap
kalo film ini kepanjangan durasinya. Mungkin durasi film panjang ga bakal jadi
masalah kalo alur ceritanya ga ngebosenin. Kedua, Zack Snyder terlihat kurang
menghormati source material dalam visinya menciptakan karakter superhero
di DCEU ini. Di mulai dari karakter Superman yang ngebunuh Zod di Man of Steel.
Pada Batman v Superman, kita ngeliat Batman yang ga segan-segan ngebunuh
lawannya. Padahal fans berat Batman (kayak gw) tau kalo Batman punya namanya no
killing code, dimana Batman bersumpah ga bakal mencabut nyawa manusia
sejahat apapun manusia itu. Ketiga, the infamous Martha scene. Yup we
had to go there, didn't we? (oh man it's going to hurt). Ini scene
yang ngebuat internet jadi kesetanan. Semuanya pada bilang kalo ini the most
ridiculous scene in movie history. Sampe banyak dibuat meme di 9gag,
wkwkwk. Kalo temen-temen lupa, singkatnya Martha scene adalah scene
dimana Batman udah hampir mau melenyapkan Superman dari muka bumi tapi ga jadi
gara-gara si Superman bilang ke Batman : "Save Martha...", yang
akhirnya Batman dikasih tau oleh Lois Lane kalo Martha itu adalah nyokapnya si
Superman. Yup what a plot twist! Lain kali kalo ada yang mau ngebunuh
lu, lu cari tau dulu namanya nyokapnya terus bilang ke dia nama nyokap kita
sama wkwkwkw. Masih banyak lagi kritik yang diberikan buat nih film tapi gw ga
bakal bahas lebih lanjut karena kepanjangan.
Ini scene dari prequelnya, Batman v Superman : Dawn of kindergarten |
Dalam
tulisan gw kali ini gw mau fokus sama kritik kedua dan ketiga, yaitu murderous
Batman dan Martha scene. Gw jadi inget pas pertama kali gw nonton nih
film gw kecewa berat. Kenapa Batman yang ini ga punya no killing code?
sangat berbeda dengan Batman yang selama ini gw tahu dan sayangi. Tapi setelah
menonton beberapa pembahasan tentang nih film di youtube gw jadi ngeliat kalo
film ini sebenarnya jenius dan punya makna tersembunyi. Menurut gw ini film
terbagus di DCEU setelah Wonder Woman (wah tuh film sih masterpiece
banget!). Mari kita bahas lebih dalam.
Batman "maennya" kasar juga ya.. |
Untuk bisa
mengerti film ini, kita harus bisa menyadari terlebih dahulu karakter Batman
seperti apa yang disuguhkan oleh Zack Snyder. Berbeda dari inkarnasi Batman di
layar kaca sebelumnya, karakter Batman yang ditawarkan oleh Zack Snyder adalah
karakter Batman yang lebih tua, lebih dingin, lebih sinis dan lebih brutal. Hal
ini bisa dilihat dari perilaku Batman yang ga segan-segan menggunakan senjata
api dan criminal branding. Kriminal yang sudah dibrand oleh Batman pasti bakal
dibunuh di penjara oleh napi lain.
Batman
yang ada di DCEU adalah Batman yang sudah menyaksikan kejahatan yang sangat
besar dalam hidupnya. Versi Batman yang ini terinspirasi dari karakter Batman
di komik The Dark Knight Returns. Dikomik itu juga versi Batman yang
ditampilkan sama persis sama Batmannya abang Ben. Nah, apa yang membuat Batman
seperti itu? kalo merujuk pada petunjuk yang ada di film, Batman menjadi lebih
garang karena kematian Robin.
Bisa
temen-temen liat kalo jubah yang sedang dilihat sama Bruce Wayne adalah jubanya
Robin. Zack Snyder tampaknya juga mengambil inspirasi dari komik Death of
the Family, yang mana di komik tersebut memang Robin mati dibunuh oleh
Joker. Robin yang mati di komik itu namanya Jason Todd (sejauh ini ada 4 orang
yang udah jadi Robin, pertama Dick Grayson, Jason Todd, Tim Drake dan Damian
Wayne). Dalam komik Death of the Family tersebut diceritakan bagaimana
Bruce Wayne sangat terpukul atas kematian Jason Todd. Karena kalo temen-temen
tahu, kematian Jason Todd adalah salah satu kematian yang cukup jahat dalam
sejarah komik. Intinya, Jason Todd mati dipukul pake crowbar sama Joker
kemudian ditinggal di dalem gedung yang kemudian diledakin. Temen-temen harus
paham bahwa Bruce Wayne adalah individu yang sangat sentimental. Bruce Wayne
menganggap semua Robin yang dia latih sebagai anaknya sendiri. Bruce merasa
memiliki koneksi yang sangat dekat dengan semua Robin yang ia latih karena
mereka semua memiliki kondisi yang sama yaitu sebagai yatim piatu. Hell
, bahkan bisa kita bilang kalo alasan Batman put on the cape and cowl
adalah karena peristiwa traumatis di masa kecilnya!
Selain
itu, Batman DCEU adalah Batman yang sedikit nihilist. Nihilism adalah pandangan
filsafat yang menganggap bahwa kehidupan tidak memiliki makna atau tujuan yang
inheren. Hal ini bisa terlihat dari scene pas Batman nyeret Superman dari tanah
dan bilang begini :
Batman
: "I bet your parents taught you that you mean something. That you're here
for a reason. My parents taught a different lesson. Dying in a gutter for no
reason at all".
Tapi
apakah kematian Robin sendiri cukup untuk ngebuat Batman menjadi lebih kejam?
Hmm...ini menarik. Kalo temen-temen inget ada scene dimana Bruce ngomong ke
Alfred kayak gini:
Bruce
: "Twenty years in Gotham, Alfred. We've seen what promises are worth. How
many good guys are left? how many stayed that way"
How many
good guys are left? how many stayed that way? (berapa banyak orang baik yang tersisa? berapa banyak yang
tetap baik?). Ini dialog yang menarik karena ada teori yang bilang kalo Robin
sebenarnya engga mati tapi berubah jadi Joker. Yup Joker yang sama yang
diperankan oleh Jared Leto. Entah bagaimana, Joker yang asli berhasil mencuci
otak Robin sehingga Robin bertransformasi jadi Joker. Tapi gw ga mau ngebahas
teori itu ditulisan ini. Mungkin ditulisan selanjutnya bakal gw bahas lebih
dalam. Tapi apapun penyebabnya intinya kita setuju dulu bahwa karakter Batman
yang ditawarkan oleh Zack Snyder merupakan Batman yang sudah jauh berpengalaman
sebagai vigilante dan sudah mengalami suatu kejadian yang cukup
traumatis sehingga membuat sifatnya menjadi berdarah dingin.
Kalo gitu,
gimana kaitannya sifat Batman yang kejam dengan the infamous Martha scene?
Ada satu dialog menarik dari Bruce tentang Superman :
Bruce
: "..if he has the power to wipe out the entire human race and if we
believe there's even one percent chance that he is our enemy we have to take it
as absolute certainty"
Kalo
temen-temen sadari, film-filmnya Zack Snyder selalu memiliki tema mengenai
dinamika antara manusia dengan sosok yang dianggap tuhan/dewa (e.g. 300,
Watchmen). Dalam Batman V Superman, sosok tuhan dimanifestasikan dalam diri
Superman. Superman adalah alien dari planet Krypton yang memiliki super segalanya
(kekuatan super, kecepatan super, penglihatan super, pendengaran super, etc).
Ya bener-bener hampir godlike lah. Karena kekuatan yang dimiliki oleh
Superman hampir setara dengan tuhan/dewa, maka artinya Superman kebal hukuman (above
the law). Batman pernah bilang di film tersebut kalo Superman adalah
makhluk yang kalo dia mau bisa ngancurin seluruh umat manusia dalam hitungan
detik dan tidak ada satu hal pun yang bisa kita lakukan untuk menghentikannya.
Pandangan ini dikenal dengan istilah Existential Risk.
Dalam
Journal of Evolution and Technology, Vol.9 (2002) berjudul Existential
Risks: Analyzing Human Extinction Scenarios and Related Hazards, Nick
Bostrom dari fakultas filsafat di universitas Oxford menjelaskan bahwa terdapat
enam macam risks atau resiko yang bisa mengancam manusia yaitu personal
endurable risk, personal terminal risk, local endurable risk, local
terminal risk, global endurable risk dan global terminal risk. Personal,
local dan global merujuk pada seberapa banyak individu yang dapat
merasakan dampak resiko, sedangkan terminal dan endurable merujuk
pada intensitas suatu resiko. Dalam jurnal tersebut, Nick Bostrom
mendefinisikan global terminal risk atau juga disebut existential risk sebagai
tipe resiko (risk) yang memiliki hasil akhir musnahnya makhluk intelijen
(manusia) di muka bumi atau yang dapat menghambat potensi hidup manusia secara
drastis dan permanen. Existential risk calculus filsafat politik yang
dibuat sebagai respon terhadap dikembangkannya teknologi senjata berbasis
nuklir.
Terdapat
empat macam existential risk yaitu :
Existential
risk adalah sesuatu yang harus dianggap
serius karena berbeda dengan kelima tipe resiko yang lain, kita engga bisa
melakukan trial and error untuk melihat solusi apa yang cocok untuk
mengatasinya. Kita harus bisa mencegah sebelum terjadi karena kalo engga ya
kita semua keburu modyar. Dalam jurnal tersebut Bostrom mengatakan bahwa
walaupun kemungkinan terjadinya existential risk adalah kurang dari 1
persen, kita tetap harus melakukan apapun yang diperlukan untuk menghindari
resiko tersebut.
" A
preemptive strike on a sovereign nation is not a move to be taken lightly, but
in the extreme case we have outlined - where a failure to act would with high
probability lead to existential catastrophe - it is a responsibility that must
not abrogated. Whatever moral prohibition there normally is against
violating national sovereignty is overridden in this case by the necessity to
prevent the destruction of humankind "
Konteks
quoatasi di atas adalah Bostrom berbicara mengenai teknologi canggih yang
memiliki potensi untuk menyebabkan existential risk. Umpamakan ada suatu
undang-undang yang dibuat untuk meregulasi teknologi tersebut dan semua negara
diwajibkan untuk menandatangani dan patuh terhadap undang-undang tersebut.
Menurut Bostrom, jika ada satu saja negara yang tidak mau ikut serta, maka
menurut Bostrom mengambil langkah apapun untuk mencegah negara tersebut
menyalahgunakan teknologi canggih yang ada dapat dibenarkan, malah mungkin
harus dilakukan. Disini Bostrom menggunakan istilah preemptive strike,
artinya kita harus nyerang negara itu duluan. Menginvasi kalo perlu. Kenapa
dibenarkan? karena resikonya adalah kepunahan umat manusia. Walaupun
kemungkinan terjadinya cuma 1 persen loh!
Bagaimana
dengan Superman? Wah nih orang apalagi. Seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya, Superman adalah makhluk kebal hukum. Superman adalah sosok
personifikasi dewa maha segala-galanya. Siapa coba yang bisa menghukum
Superman?. Makanya di film tersebut, kongres Amerika pusing mikirin gimana
caranya meregulasi absolute power yang dimiliki oleh satu individu.
Dengan kata lain ya sebenarnya mereka takut. Pemimpin dunia takut, warga sipil
takut, dan Batman takut.
Kalau
menurut gw, takutnya Batman dan inisiatif dia untuk mengambil langkah
pencegahan terhadap potensi punahnya umat manusia itu udah bener. Selain Batman
adalah individu yang super jenius (siapa bilang Batman ga punya super power?),
di atas udah dibahas tentang existential risk dimana kita harus
mengambil langkah apapun untuk mencegah punahnya kehidupan di bumi. Nah yang
jadi masalah disini adalah cara Batman dalam mengatasi resiko tersebut. Dalam
komik Tower of Babel, walaupun Batman udah lama menjadi anggota Justice League,
dia tidak naif. Batman tetap menganggap bahwa masing-masing anggota Justice
League merupakan bom waktu berjalan yang sewaktu-waktu bisa meledak. Oleh
karena itu, Batman mendesain suatu rencana kontingensi untuk menetralisir masing-masing
anggota JL. Oke tolong perhatikan kata menetralisir yah. Batman di komik
tersebut ga pernah berpikir untuk membunuh anggota JL, tapi cuma menetralisir,
maksudnya membuat mereka ga bisa melawan.
Nah, kalo
Bat-fleck (sebutan untuk Batman Ben Affleck) beda. Karena dipengaruhi oleh
apapun trauma yang membuat dia menjadi lebih sinis dan brutal, ditambah dengan
adanya sosok dewa yang memiliki potensi untuk memusnahkan kehidupan, maka
menurut dia cara yang efektif dan moral untuk mencegah hal tersebut adalah
dengan membunuh Superman. Seperti yang udah gw bilang, existential risk
calculus dibuat sebagai respon terhadap senjata nuklir. See what i mean?
dalam hal ini Bat-fleck tidak menaggap Superman sebagai individu yang memiliki
kesadaran, kebebasan maupun emosi tapi sebagai tidak lebih dari senjata nuklir
berjalan. Dengan kata lain, Bat-fleck melihat Superman sebagai senjata yang
berisiko dan harus dimusnahkan walaupun kemungkinan Superman bisa menyebabkan
kepunahan manusia cuma 1 persen.
Oke
sekarang kita pindah ke Martha scene. Setelah Bat-fleck dengan uangnya
yang banyak berhasil melumpukan Superman (afterall, Superman takut sama
benda yang berwarna ijo wkwkwk..), Batman udah siap dengan kryptonite spearnya
untuk mencabut nyawa Superman. Mari kita lihat dialog yang terjadi
Superman
: "You're letting him kill Martha"
Batman
: "What does that mean? why did u say that name?" (kebingungan)
Superman
: "Find him, save Marthaaaaaaaaaaa"
(Flashback)
Batman
: (Dengan nada marah) "why did u say that name!!"
Lois
Lane : "It's his mother's name"
Setelah
kita memahami motif yang mendasari perilaku Batman, maka Martha scene sudah
menjadi jelas. Seperti yang sudah gw bilang di awal, Batman tidak melihat
Superman sebagai individu melainkan sebagai bom nuklir berjalan yang
sewaktu-waktu dapat meledak dan tidak ada satu hal pun yang bisa dia lakukan
untuk mencegahnya. Tapi perhatikan, tetap pada momen dimana Batman hendak
mencabut nyawa Superman, Superman menyebut nama yang tidak asing ditelinga
Batman. Martha. Nama ibu Bruce Wayne dan Clark Kent. Menurut penonton hal ini
terlihat aneh. Mosok cuma nyebut nama nyokap bisa tiba-tiba langsung temenan.
Tapi coba perhatikan, saat Superman menyebut nama Martha apa respon pertama
Batman? Batman nanya dengan nada marah "apa maksudnya lo nyebut-nyebut
nama nyokap gw!". Bahkan ada flashback tentang malam dimana
orangtua Bruce Wayne dibunuh. Saat itu, Batman menganggap kalo Superman sedang
mempermainkan dirinya, mencari celah kelemahan untuk dimanfaatkan. Tapi disaat
Lois Lane bilang kalo Martha adalah nama ibunya Superman, nah disaat itu Batman
seakan tersadar kalau Superman bukanlah senjata pemusnah masal melainkan sama
seperti dirinya, manusia. Batman tidak menduga bahwa alien dari planet lain
punya ibu seorang manusia dan sangat mencintai ibunya. Dari mana Batman tahu
kalo Superman sayang ibunya? Dari fakta bahwa Superman meminta Batman, orang
yang hendak membunuh dirinya, untuk menyelamatkan nyokapnya! Coba bayangkan
berada diposisinya Superman. Lu minta orang yang akan membunuh lu untuk
menyelamatkan ibu lu. ABSURD TINGKAT DEWA! Ya tapi itulah Superman, dia
lebih sayang ibu nya dibanding diri nya sendiri. Yang penting ibu nya selamat,
apapun yang terjadi sama diri nya ya terjadilah. Nah temen-temen, disinilah
saat Batman tersadar bahwa makhluk super kuat yang lebih menyayangi ibu nya
dibanding diri nya sendiri ga mungkin bisa jadi senjata pemusnah masal. Ini
momen yang penting dimana Batman menyadari dirinya salah tentang Superman.
Batman tersadar bahwa Superman ternyata lebih manusia dibanding dirinya.
Lebih dari
itu, saat Superman menyebut nama Martha, Batman mengalami flashback
tentang kematian orangtua nya. Dia teringat dirinya saat masih kecil yang powerless,
helpless dan tidak mampu melakukan apa-apa untuk menyelamatkan orangtua
nya. Saat melihat Superman yang sudah tidak bisa melawan, Batman teringat akan
dirinya yang pernah di posisi yang sama, lemah dan tak berdaya. Pada posisi
ini, Batman seakan tersadar bahwa dirinya mendapat kesempatan kedua dari alam
semesta. Ia mungkin ga bisa menyelamatkan orangtua nya, tapi kali ini dia akan
melakukan apapun untuk menyelamatkan nyawa ibu nya Superman. Perasaan tidak
berdaya adalah perasaan yang ia rasakan saat memutuskan untuk mengakhiri nyawa
Superman, dan ironisnya perasaan ini juga lah yang ia rasakan saat memutuskan
untuk menyelamatkan nyawa Superman dan ibu nya.
Jadi
kesimpulan yang bisa gw tarik adalah sebenarnya sih film Batman v Superman
bukan tentang Batman berantem sama Superman, tapi tentang Batman's
redemption. Batman yang sinis, hopeless, kejam dan brutal seakan
menemukan kembali jalan yang lurus. Hal ini bisa dilihat dari perilakunya yang
tadinya mem-branding kriminal sudah engga dia lakukan lagi. Batman
sedikit demi sedikit kembali ke prinsip awalnya untuk tidak mencabut nyawa
manusia. Batman akhirnya memiliki character development menjadi lebih
baik di akhir film, dan inilah yang membua gw tadinya kecewa sama nih film jadi
sadar kalo nih film sebenarnya bagus.
Tapi
terlepas dari itu semua, gw ga bilang kalo film ini sempurna. Harus diakui juga
kalo plot cerita yang kurang terstruktur agak membuat film ini menjadi minus.
Zack Snyder juga kurang mampu untuk meng-evoke emosi terhadap
karakter-karakternya. Siapa coba yang sedih pas Superman mati dibunuh Doomsday?
Ga ada! Karena kita tahu kalo bakal ada film Justice League dan Superman ga
mungkin ga muncul di Justice League wkwkwk. Tapi ini menurut gw bukan salah
Zack Snyder sepenuhnya. Udah gw bilang the real villain is Warner Boros,
terlalu memaksakan untuk ngejar Marvel. Harusnya sih ya satu per satu karakter
diperkenalkan dulu supaya audiens punya ikatan emosi sama masing-masing
karakter. Menurut gw Patty Jenkins sudah berhasil melakukan ini dengan Wonder
Woman.
Well,
terlepas dari segala kekurangannya, gw harap tulisan gw bisa sedikit memberi
perspektif baru bagi temen-temen dalam melihat film ini dan sukur-sukur kalo
bisa menyelamatkan film ini dari rating yang anjlok. Apapun itu, menurut gw
film ini tetep film yang bagus, layak di tonton dan buat gw tetep salah satu
film terbagus di DCEU. Walaupun start yang dimulai kurang bagus (i am
talking to you Suicide Squad!), tapi gw sangat optimis dengan masa depan
DCEU. DCEU memiliki segudang karakter dan cerita yang ikonik dan dalam yang
sangat layak untuk diangakat ke layar lebar.
Referensi
:
Bostrom,
N. 2002. Existential Risks: Analyzing Human Extinction Scenarios and Related
Hazards. Oxford : Journal of Evaluation and Technology. Vol. 9.
|
No comments:
Post a Comment